Wednesday, April 17, 2013

Life oh Life



Apakah ini sebuah kesombongan, tatkala kita merasa bersalah atas ketidakberuntungan orang lain?
Atau saya ini orang yang kufur nikmat?
Naudzubillahi min dzalik.

Sedihnya hati saya, mendengar cerita seorang istri, seorang ibu, yang bekerja melebihi kemampuan keringkihan tubuhnya tapi masih tetap berharap bisa memperpanjang waktu menjadi lebih dari 24 jam sehari hanya supaya bisa memiliki lebih banyak waktu untuk bekerja lagi.
Sementara saya bisa saja menunda pekerjaan karena merasa punya lebih banyak waktu. Sungguh saya orang yang merugi.

Hancurnya hati saya, mendengar kesedihan seorang istri, seorang ibu, yang merasa sendiri menghadapi dunia yang sungguh material ini.
Ya benar, kami perempuan, memang materialistis. Sebab belum lagi habis bulan, kami sudah membuat perhitungan untuk bulan-bulan berikutnya. Percayalah, wanita menghitung berapa banyak yang dihabiskannya untuk membeli bahan makanan untuk keluarganya hari ini. Seberapa sering laki-laki bertanya berapa banyak uang yang dihabiskan saat melihat makanan terhidang untuknya di meja makan? Saya yakin mereka lebih sering bertanya, kenapa tidak ada makanan yang terhidang hari ini?

Saya menangis diam-diam, mendengarnya bercerita rela bekerja di tempat yang saya pun tak menyangkanya. Bukan, bukan pekerjaan yang tidak halal. Tapi berbanding terbalik dengan pekerjaan utamanya. Don’t get me wrong, saya tak mengecilkan apapun pekerjaannya. Saya justru mengagumi kegigihannya. Toh hidup ini tak bisa makan gengsi. Demi keluarganya, bukan demi siapa-siapa.

Masygul rasanya melihat sang kepala rumah tangga tak cukup keras berusaha sepertinya. Apalagi hanya mampu berkata, “Aku tak memintamu untuk bekerja seperti itu”. Padahal perempuan itu mau hanya supaya ia bisa mencukupi keluarganya dan supaya sang lelaki bisa lebih berusaha.  “Lihat aku, tak malu bekerja kasar demi kita. Apapun kulakukan demi kita, asal halal. Kerjakanlah bagianmu. Sebab mestinya, paling tidak, kaupun harus berusaha sekeras aku.”

Berdoa saja tak cukup, Tuhanmu juga memintamu pergi ke luar untuk berusaha. Pekerjaan bisa kau temukan di luar sana, bukan cuma dengan menelusuri layar komputermu. Sadar tidak, keadaan sudah genting? Ya, genting! Dan kau masih saja duduk menunggu sambil merasa bahwa kau telah cukup berusaha? Kalau merasa sudah cukup berusaha, tunjukkan mana hasilnya!
Sadar tidak, your family is falling apart!

Jangan bilang kami perempuan tak pandai bersyukur. Justru karena kami bersyukur kami jadi berusaha lebih keras. Tak apa kami lelah, asal orang-orang yang kami sayangi bisa hidup lebih baik.
Kebahagiaan seorang perempuan adalah ketika menyaksikan orang-orang yang dikasihinya bahagia tanpa diselipi kecemasan akan masa datang.

Verily, after hardship comes ease. La Tahzan!

~What I see from where I stand~
(Astaghfirullah)

Saturday, April 13, 2013

The Good Fridays



Saya percaya, Jum’at adalah hari yang paling baik di antara hari-hari lain. Tapi bukan berarti hari-hari yang lain tak baik ya, in my belief there is no such thing. Semua hari adalah baik, tapi yang terbaik adalah hari Jum’at, hari di mana nabi Adam AS diciptakan Allah.

My dear hubby at work

Alhamdulillah, saya dan suami 2 bulan ini mengalami hal-hal yang baik di hari Jum’at. Jum’at awal Maret lalu, suami saya mendapat telpon dari seseorang yang bekerja di stasiun televisi yang menyelenggarakan kompetisi memasak bagi chef professional di seluruh negeri bahwa ia terpilih menjadi salah satu kandidat yang akan diaudisi untuk kompetisi itu. Jum’at dua minggu berikutnya, pihak televisi tsb dan seorang penilai mendatangi restoran tempat suami saya bekerja untuk mengaudisi suami saya. Tantangannya adalah memasak 2 jenis makanan dalam waktu 20 menit dan direkam oleh seorang juru kamera. Setelah itu, mereka mewawancarai suami saya dengan berbagai macam pertanyaan tentang dirinya, etos kerjanya, dll. Saya senang mendengar bahwa suami saya merasa bisa melakukannya dengan baik, tidak nervous. Dan yang terpenting adalah ia telah berusaha sebaik yang ia mampu dan merelakan hasilnya pada Allah. Setelah itu ia hanya tinggal menunggu pemberitahuan apakah ia akan lolos menjadi salah satu peserta yang akan berlaga di Jakarta.

In between those Fridays, di Jum’at yang lain ada lagi berita baik lainnya. Seorang sahabat saya, Lili,  tiba-tiba mengajak saya dan beberapa sahabat kami yang lain untuk pergi umroh ke tanah suci awal tahun depan dengan biaya murah. Walau bersemangat untuk ikut, tapi saya memahami kemampuan financial kami yang tak memungkinkan untuk mengumpulkan puluhan juta dalam waktu singkat untuk biayanya. Berita baiknya, Lili bersedia menanggung biaya kami dimuka supaya kami bisa berangkat umroh bersama. Jadi ya, Lili menawarkan soft loan bagi kami untuk mencicil biaya umroh padanya sampai pada saat sebelum kami berangkat umroh nantinya. Alhamdulillah…all praise belong to Allah.
Namun, ditengah diskusi masalah umroh ini, ada sedikit keraguan sebab kami hanya perlu membayar 12.5 juta saja untuk umroh di bulan Februari tahun depan. Murah sekali bukan?  Justru karena murah itu, kami menjadi sedikit ragu. Takutnya travel umroh yang akan mengakomodir keberangkatan kami ke Mekah nanti akan menipu kami. Hati kecil kami bertanya, ‘Benar nggak sih bisa umroh dengan biaya semurah itu?’ Namun Lili berkata bahwa bahwa uang yang nanti kami bayarkan itu akan diputar dulu makanya harganya bisa murah. Apalagi kami membayarnya hampir setahun sebelum keberangkatan kami.
Lalu Lili juga bilang, kalau adiknya akan berangkat umroh dengan travel umroh yang sama bersama 10 orang lainnya 3 minggu lagi. Kami bertanya apa tidak lebih aman kalau kami mendaftar setelah adiknya berangkat saja. Namun untuk bisa pergi di bulan Februari tahun depan dengan harga 12.5 juta itu, kami harus membayar paling lambat tanggal 30 Maret. Kalau kami mendaftar dan membayar bulan April maka harganya akan menjadi 13.5 juta rupiah dan akan berangkat bulan April. Sahabat saya itu bilang kalau Februari lebih enak sebab suhu di sana tak terlalu panas, bulan April akan lebih panas. Lili membiarkan kami berpikir selama beberapa hari sebelum memutuskan. Saya dan suami juga seorang sahabat lain, Duri, akhirnya membulatkan tekad lillahi ta’ala untuk mendaftar akhir Maret lalu. Sedang Metta & Masri sahabat saya yang lain tak bisa ikut kaerna alasan pekerjaan. Jadilah kami berempat yang mendaftar, Lili, saya, suami saya dan Duri.

Lalu di pagi Jum’at ini, saya menerima kiriman Lili berupa foto adiknya beserta rombongan yang sudah tiba di Madinah melalui akun fesbuk saya. Ia juga mengirimkan foto kamar untuk berempat dari hotel tempat mereka menginap. Alhamdulillah, semakin yakinlah kami. Saya lalu mengabarkannya pada suami saya yang sedang berada di kamar mandi pagi itu. Hanya Alhamdulillah berkali-kali yang kami ucapkan. Senangnya hati kami. Sebab pergi beribadah ke tanah suci adalah impian kami. Saya pribadi begitu merindukan untuk bisa melihat Ka’bah sampai sering sekali menangis apabila melihat gambar Ka’bah. Kerinduan itu luar biasa. Alhamdulillah, sudah mulai terlihat jalan kami menuju tanah suci, insyaAllah.

Rindu kami padamu luar biasa :)

Selesai sholat Jum’at, suami saya langsung berangkat kerja karena sudah ditunggu atasannya untuk meeting tanpa sempat makan siang. Saya kemudian kembali sibuk beberes rumah sambil mencuci baju. Menjelang Ashar, saya segera mandi. Dari dalam kamar mandi saya mendengar dering telpon. Dari nada deringnya saya tahu bahwa itu telpon dari suami saya. Tapi karena sedang mandi, saya membiarkannya berdering sampai berhenti sendiri. Saya pikir nantilah setelah mandi saya telpon balik saja.
Selesai mandi saya langsung meraih tab saya untuk menghubungi suami. Tapi haduh..kok nggak masuk-masuk ya?..tak terdengar nada sambung. Saya lalu mengirim pesan melalui whatsapp. Suami saya ternyata juga tak bisa menghubungi saya. Ia berkata melalui whatsapp kalau baru saja dihubungi oleh wakil dari stasiun televisi penyelenggara kompetisi memasak yang diikutinya bahwa suami saya termasuk dari 30 peserta kompetisi dan akan diberangkatkan ke Jakarta akhir bulan April ini. Alhamdulillah…saya mengucap syukur banyak sekali hari ini.
Lalu ia bilang akan ada shooting awal di restoran tempatnya bekerja akhir minggu depan. Tapi selain ia, pihak stasiun televisi itu juga meminta saya ikut shooting. Waaks….kok saya harus ikut juga sih? Belum apa-apa saya sudah grogi. Suami saya Cuma bilang, ‘Kamu kan bawel, pasti lancar ngomong di depan kamera nanti’ Hahaha…..
Ya sudahlah, mau gimana lagi. Saya kan harus mendukung suami, walau deg-degan, saya bismillah sajalah.

Yang lebih membahagiakan dari semua itu adalah, suami saya mendapat banyak doa dari kelluarga dan teman-teman dekat kami. Tentunya berita membahagiakan itu kami bagikan kepada keluarga dekat sekalian meminta doa restu kepada orang tua dan keluarga dekat lainnya supaya usaha suami dimudahkan Allah nantinya.
Tak mau bermuluk-muluk, kami berdua menyerahkan sepenuhnya urusan kami hanya pada Allah SWT. Sebab kami tahu Allah SWT pasti akan memberikan yang terbaik bagi kami. Saya hanya berpesan pada suami, bahwa semua karunia dan berkah ini adalah karena Allah semata. Bukan karena keahliannya atau kepintarannya. Saya memintanya untuk tetap rendah hati, berusaha semaksimal yang ia bisa lalu memasrahkanya pada Allah, Sang Pemilik Semesta ini. La haula wala quwwata illa billah.


RABBI ANZILNI MUNZALAM MUBARAKAW WA ANTA KHAIRUL MUNZILIIN
‘Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi tempat’ 

~QS Al Mu’minun : 29~

Aamiin Ya Rabb.

Jumuah Mubarokah.