Liburan pertama di tahun 2013
ini. Liburan yang singkat, 4 hari 3 malam, tapi lumayan refreshing bagi kami
berdua.
Tiket pesawatnya sudah kami beli
sejak 11 bulan lalu alias awal tahun 2012 lalu, sudah lama banget ya.. Tapi
cara ini efektif bagi saya sebagai manager keuangan keluarga. Memesan tiket
jauh hari sangat memudahkan bagi saya mengatur budget liburan supaya tak
terlalu memberatkan neraca keuangan rumah tangga bulanan. Biasanya minimal 2
bulan sebelum berangkat baru saya memesan hotel di tempat tujuan liburan kami
itu. Dan tentunya jeda 11 bulan itu adalah waktu yang sangat banyak bagi kami untuk
browsing tempat-tempat yang menarik untuk kami kunjungi selain pelan-pelan
menabung untuk uang saku kami selama berlibur. Saya juga membuat tabel hitungan
pengeluaran sederhana selama liburan. Biasanya perhitungannya di mulai dari
ongkos taksi kami menuju bandara dan berakhir dengan ongkos taksi dari bandara
menuju rumah. Di dalamnya tentu saja ada perkiraan budget untuk makan,
transportasi, ongkos masuk tempat wisata, ongkos tour dan tak lupa biaya
belanja dan oleh-oleh untuk keluarga atau teman.
Oia, tentunya saya juga membuat
itinerary sederhana apalagi liburan kali ini terhitung singkat waktunya.
Lumayan membantu mengatur jadwal kami selama berlibur.
Day 1 – Friday, 11 January 2013
Ready to take off |
My darl hubby on board |
Penerbangan kami ke Bangkok
dijadwalkan jam 11.55. Mengingat kondisi lalu lintas Bali yang semakin padat
setiap harinya, suami saya memutuskan lebih baik kami berangkat lebih pagi saja
dari rumah. Jadi waktu memesan taksi langganan kami minta dijemput jam 8 pagi,
30 menit lebih awal dari yang disarankan Pak Gede, sang supir langganan.
Rupanya pagi ini lalu lintas sangat lancar, tak sampai 45 menit kami telah tiba
di Bandara Ngurah Rai. Bandara sudah
sibuk seperti biasa. Sebelum masuk ke ruang check in, kami memilih untuk mampir
dulu ke Starbucks sambil menunggu waktu. Walau sebenarnya lapar, saya memilih
untuk tidak sarapan pagi ini. Masalahnya sejak subuh saya sudah bolak-balik ke
belakang sebanyak 3 kali. Mungkin penyebabnya adalah sambal yang super pedas
yang saya makan malam sebelumnya. Walau tak makan apa-apa, perut tetap tak bisa
diajak kompromi, jadi sekali lagi di bandara saya harus ke kamar mandi lagi.
Akhirnya saya memilih untuk memesan teh panas saja dan meminumnya tanpa gula
sambil berdoa semoga perut saya membaik. Alhamdulillah pada saat di pesawat
selama 4 jam lebih hingga sampai di Bangkok diare saya berhenti, hanya tinggal
kembungnya saja.
Sesampai di Bandara Don Muang,
setelah melewati imigrasi dan custom kami segera menuju pintu keluar, berbelok
ke kiri untuk mencari taksi menuju downtown Bangkok. Waktu setempat sudah
menunjukkan hampir pukul 4 sore. Kami lalu mengantri bersama banyak orang
lainnya. Karena ada 4 line antrian, tak lama tiba giliran kami. Kami lalu
menyebut tujuan kami dan petugas wanita di konter taksi itu hanya menyebut
bahwa ongkos tambahannya adalah THB 50 dan langsung dibayarkan pada supir taksi
dan apabila melewati jalan tol kami juga yang harus membayarnya. Ia lalu
menyerahkan secarik kertas pada supir taksi lalu sang supir segera mengajak
kami untuk mengikutinya menuju mobil dan kami segera berangkat. Seperti dugaan
saya, bapak tua supir taksi ini tak bisa berbahasa Inggris. Jadi saat memastikan
tujuan kami ia hanya bertanya, ‘Ibin ?’..dengan suara sengau khas orang Thailand.
saya langsung berkata, ‘Yes, Ibis
Hotel Siam’
Tiba-tiba ia menepikan taksi dan
berhenti, lalu bergumam dengan bahasa
Thailand yang saya nggak tahu artinya. Lalu saya keluarkan peta hotel yang
memang sudah saya print dari rumah lalu memperlihatkan padanya. Rupanya ia
tidak bisa membaca peta itu. Ia kemudian menelpon nomor hotel yang saya tulis
di kertas peta itu, tapi entah kenapa teleponnya tak bisa tersambung. Memang
hotel Ibis Siam ini adalah hotel yang baru dibuka sebulan lalu, Desember 2012.
Tak heran supir taksi belum banyak yang tahu walaupun letaknya sangat strategis
di pusat kota Bangkok. Terakhir ia lalu menelpon dispatchernya dan meminta saya
untuk berbicara. Suara wanita di ujung telepon itu bertanya dengan sopan kemana
tujuan saya, saya kemudian menyebut nama hotel lagi dan ia meminta saya
memberikan telepon kembali kepada supir taksi.
Narsis di taksi karena macet & panas, muka berminyak! :D |
Di tengah kemacetan Bangkok |
Tak lama taksi jalan lagi dan
kami mulai bernapas lega. Tapi 15 menit kemudian, kami mendengar suara sang
sopir menghela napas kesal. Rupanya karena sudah masuk kawasan kota, lalu
lintas mulai padat dan macet. Hampir sejam kemudian kami baru tiba di hotel.
Saya sempat melihat jarak yang kami tempuh yaitu kurang lebih sekitar 25 Km.
Ongkos yang kami bayar jadinya : surcharge THB 50 + ongkos tol THB 60 + fare
THB 200 = THB 310. Kalau THB 1 = IDR 332 maka THB 310 x 332 = IDR 102, 920.
Harga yang rasional.
Setelah check in kami segera
menuju kamar untuk manaruh barang, menunaikan sholat dan istirahat sejenak.
Suami saya terlihat agak kurang sehat juga rupanya. Ia mengeluh tenggorokannya
terasa sakit dan badannya sedikit meriang. Kami memutuskan untuk segera makan
malam saja supaya bisa istirahat lebih awal malam ini, mengingat perjalanan
panjang seharian dan badan kami yang kurang fit. Tadinya malam ini kami
berencana untuk menghabiskan malam di pusat keramaian baru di pinggiran sungai
Chao Phraya yang bernama Asiatique.
Di lobi hotel saya bertanya arah
menuju MBK Mall pada bellboy yang mengantar kami ke kamar tadi. Ia berkata kami
hanya tinggal belok kiri di depan hotel lalu naik jembatan penyeberangan yang
langsung terhubung dengan MBK, 5 menit saja jalan kaki katanya. Yup, kami
memang sengaja memilih hotel yang lokasinya strategis. Tepat di depan hotel
adalah stasiun BTS National Stadium lalu beberapa mall seperti MBK, Siam
Discovery, Siam Center, Siam Paragon juga berlokasi di dekat hotel dan bisa
ditempuh dengan berjalan kaki saja.
Melewati jembatan penyeberangan,
kami langsung tiba di Mall MBK lantai 3. Tujuan utama kami adalah makan malam
kali ini, jadi kami langsung menuju lantai 5 mencari sebuah restoran halal yang
bernama Yana Restaurant. Tak sulit mencarinya, kami segera tiba di sana. Di
dalam restoran yang tak terlalu besar ini beberapa meja telah terisi, lumayan
ramai pengunjungnya, sebagian besar wanitanya memakai jilbab dan berbahasa
Indonesia! Hehehe… Kami segera didatangi oleh seorang pelayan wanita yang menyodorkan
buku menu lalu segera memesan Salad Mangga, Tom Yam Seafood dan Tumis ayam dengan
sayuran dan kacang mete dan 2 nasi putih. Untuk minumannya kami pesan 2 gelas
teh susu khas Thailand.
Berfoto di Yana Rest sambil nunggu makanan datang :P |
Salad Mangga, seger & pedess! |
Ayam Tumis Sayuran dengan Mete & Seafood Tom Yam |
Sebenarnya rasa makanannya
lumayan enak, porsinya pun cukup besar. Tapi malam ini walaupun saya sangat
lapar karena tak makan sejak pagi selain 2 sendok Nasi Ayam Hainan yang dipesan
suami saya saat di pesawat, selera makan saya entah menguap kemana. Suami saya
juga begitu, ia tak terlalu berselera makan. Yang tandas hanya minuman saja,
sedang makanan masih bersisa. Walaupun merasa sayang dan menyesal karena tak
menghabiskan makanan yang kami pesan (kami sadar betapa beruntungnya kami bisa
makan malam ini sedang di tempat lain banyak yang tidur dengan perut lapar
sepanjang malam) tapi perut saya yang kembung sudah tak nyaman terisi makanan
lebih banyak lagi, begitu juga suami saya. Saya kemudian segera beranjak ke
kasir untuk membayar. Saya membayar hampir THB 690, lumayan juga ya.. tambah
sayang lagi jadinya tadi tak bisa menghabiskan makanan pesanan kami
hehehe.. Yang terpenting sih makanan di
sini halal. Oia, restoran ini menyediakan fasilitas Wifi gratis loh untuk
tamunya. Asyik ya…
Kami berdua segera beranjak pergi
dari sana dan menuju tangga turun lalu segera menuju hotel kembali. Sampai di
hotel kami berdua kemudian mandi, sholat, lalu berbaring di tempat tidur. Suami saya mulai terbatuk-batuk dan berkata pada saya kalau dadanya sesak. Jadi saya segera menawarkan apa ia mau dikerok dan ia bilang mau. Setelah mengerok punggung dan dadanya, saya
cepat sekali mengantuk karena di pesawat tadi siang tak bisa tidur. Suami saya
masih sibuk memencet-mencet remote TV untuk mencari chanel yang menarik untuk
ditontonnya. Saya sempat terbangun tengah malam dan menyadari suami saya belum
tidur juga dan sedang gelisah di sebelah saya. Dalam hati saya tahu bahwa suami saya
pasti gelisah karena lapar jadi tak bisa tidur. Selain karena makan malam tadi
terlalu awal juga karena biasanya ia makan malam memang jam 11 malam-an,
sesampainya ia di rumah sepulang kerja (Jam kerja suami memang setiap harinya
selain hari Minggu kurang lebih dari jam 13.30 – 22.00. Kadang bisa lebih cepat
atau malah lebih malam dari itu, tergantung situasi. Maklumlah, sebagai Chef,
dia harus in charge untuk lunch dan dinner). Tapi tak lama kemudian saya jatuh
tertidur lagi. Sementara menurut suami, ia susah tidur semalam karena menahan
lapar. Karena tak ada makanan kecil, ia hanya minum teh untuk mengganjal perut.
Kasian ya..hahaha..
Alhasil sehabis subuh ia tak sabar untuk segera sarapan di restoran hotel. Saya yang inginnya tidur lagi malah tak bisa tidur sebab ia sibuk mondar-mandir di kamar sambil memotret pemandangan gedung-gedung bertingkat dari jendela kamar kami yang berada di lantai 14.
~to be continued~
No comments:
Post a Comment