Monday, November 5, 2012

R.O.M.A.N.S.A


Beberapa waktu lalu saya membaca tulisan seorang teman yang saya kenal melalui media pertemanan facebook, cerita tentang suka duka kehidupan pernikahannya. Ceritanya sangat menarik dan membuat saya tertawa. Catatan itulah alasan saya menulis ini, terpengaruh nostalgia, mengenang saat-saat pacaran, menjelang acara pernikahan dan suka duka saya dan suami hingga sekarang. Romansa.

Sampai tahun-tahun awal mulai bekerja, saya tak pernah membayangkan akan menikah muda di umur 26 tahun (at least, versi saya umur segitu masih terhitung muda hehehe). Bahkan saya tidak pernah membayangkan apakah saya benar-benar akan bertemu jodoh saya dan akhirnya menikah. Sejak masih di bangku SMA saya merasa bahwa hidup sendiri bukanlah hal yang menakutkan sama sekali. Jadi kalau saya akhirnya memutuskan untuk menikah, itu adalah lompatan sekaligus kejutan terbesar dalam hidup saya.

Orang tua saya juga tak kalah kagetnya. Saya tak pernah mengenalkan seorangpun pacar-pacar terdahulu saya pada kedua orang tua, kecuali yang sekarang jadi suami saya. Cukup mengherankan orang tua saya sebab teman saya banyak, apalagi teman lelaki saya lebih banyak dari teman wanita.

Saya bertemu dengan suami di Semarang, saat saya melamar pekerjaan di tempat ia bekerja. Bisa dibilang ini cinta pada pandangan pertama, tak masuk akal memang baru pertama kali ketemu sudah jatuh cinta tapi suami saya lebih ekstrim lagi, ia bilang ia sudah naksir saya sejak pertama kali melihat foto saya di curriculum vitae yang saya kirim ke perusaahan itu..hahaha.. Padahal di foto itu rambut saya super cepak, maklum saya dulunya super tomboy.

Kira-kira satu setengah tahun kami pacaran sampai akhirnya memutuskan untuk menikah. Sebagian besar dari waktu itu kami lewati dengan banyak tawa, merasa telah menemukan yang selama ini kami cari dari seorang pasangan. Perselisihan kami yang terberat adalah perselisihan yg terjadi sebelum pernikahan yang membawa kami pada kompromi yg lebih baik. Pilihan kami saat itu andai tak menemukan kesepakatan adalah berpisah dan tak melanjutkan rencana pernikahan. Bersyukur kami berhasil melewati saat-saat berat itu.

Dengan gagah berani ‘mantan’ pacar saya yang satu ini berangkat sendirian ke Jakarta menemui ayah saya untuk melamar saya dengan hanya berbekal tekad dan janji bahwa ia akan membahagiakan saya. Dan diterima!!..

Lalu dimulailah segala kerepotan-kerepotan persiapan pernikahan itu. Selayaknya pasangan yang hendak menikah, tentunya kami mempunyai impian tersendiri tentang prosesinya. Sebenarnya menikah adalah keputusan yang separuhnya kesepakatan berdua, separuhnya lagi nekad. La wong pada saat itu kami sama-sama jobless. Mau makan apa kami setelah menikah? Well, let’s think about that when the time comes. Yang penting kami telah mendapat restu dari orang tua ..hehehe…

Bisa ditebak, biaya pernikahan kami sepenuhnya ditanggung oleh orang tua. Harus tahu diri tentunya. Untungnya kami cukup realistis, karena tadinya kami hanya ingin yang sederhana saja. Namun kami tentu saja tak bisa begitu saja mengesampingkan keinginan orang tua.
Untuk urusan tertentu saya dan calon suamilah yang sibuk wira-wiri. Saya ingat, kebaya untuk akad nikah kami beli di Pasar Tanah Abang, seharga 125 ribu saja. Juga sepasang kain batik berprada. Baju untuk resepsi kami beli di sebuah toko tekstil di Solo. Kain batik murah meriah motif kawung untuk dekorasi kamar pengantin kami beli di Pasar Klewer. Jangan tanya di mana kami menjahitkannya.
Untuk baju akad nikah, kami menjahitkannya di Solo, di kerabat seorang sahabat dekat, sedang baju untuk resepsi kami jahitkan di Semarang, langganan seorang tante di tempat sepasang suami istri tuna rungu dan tuna wicara yg sangat inspiratif. Keperluan kamar pengantin sebagian kami jahitkan pada tetangga di Salatiga, sebagian lagi dijahitkan seorang tante di Jakarta. Ckckckck…..repot sekali sepertinya ya..hahaha…

Undangan dan souvenir produksi massal kami beli dari Semarang. Undangannya bergambar bunga-bunga warna-warni yang diprotes oleh bapak saya. Katanya kurang bagus. Kalau kata saya sih itu yang murah dan cukup oke diantara yang lain-lain hehehe. Kalau tidak salah ingat kami memesan 300 undangan, lagi-lagi diprotes oleh bapak saya. Katanya nggak cukup untuk mengundang koleganya. Maklum, sayalah yang menikah pertama di keluarga kami. Jadilah abang saya yang sibuk mencetak 200 lembar undangan lagi dua minggu sebelum hari H. Tentu saja ibu saya juga jadi ikut sibuk membeli suvenir tambahan dari Pasar Jatinegara karena sudah tak cukup waktu memesan suvenir yang sama.

Urusan mencari penghulu di KUA Purwokerto jadi urusan abang dan seorang kerabat dekat. Kami, sang calon pengantin hanya diminta untuk menyiapkan syarat administrasi dan hanya sekali saja datang ke sana untuk mengambil surat rujukan untuk pemeriksaan kesehatan.

Urusan dukun manten alias perias pengantin adat Jawa menjadi tanggung jawab ibu saya dan seorang tante. Sampai sebelum malam midodareni saya malah nggak ketemu si ibu dukun manten ini. Baru memikirkan muka dirias tebal dan rambut ditarik kencang-kencang untuk disanggul sudah membuat saya kurang antusias. Saya malah sibuk mencari salon lain untuk keperluan malam resepsi yang memang temanya lebih kasual. Dan benar saja, saya malah akhirnya lebih banyak tidak sependapat dengan si ibu dukun manten. Saya bilang padanya, saya tidak mau anak rambut di dahi saya dicukur untuk nantinya digambari atau dipaes istilah Jawanya. Walaupun akhirnya setelah dibujuk saya mau mencukurnya sedikit saja dan meminta si ibu dukun manten untuk menggambarnya tipis-tipis. Saya tadinya juga nggak mau dipasangi sunduk pentul atau tusuk sanggul yang berjumlah ganjil di sanggul saya. Walau akhirnya mengalah karena melihat wajah ibu saya yang sudah terlihat jengkel karena bolak-balik berusaha untuk membujuk saya hehehe…
Jangan heran sebelum prosesi adat selesai, si ibu dukun manten pamitan pulang. Ibu saya lumayan panik jadinya, tapi saya santai aja tuh, kan hairstylist dan make up artist sudah saya siapkan khusus untuk resepsi malam harinya. Walaupun sebenarnya sempat panik karena ternyata saya masih harus pakai kebaya sekali lagi pada saat memasuki tempat resepsi. Masalahnya saya nggak bisa pakai kain batiknya sendiri. Untungnya ada ibu mertua saya yang dulunya biasa merias pengantin. Fiuh…selamat…hahaha

Berpose di kamar pengantin setelah akad nikah :)
Akad nikah berlangsung hikmat dan lancar, alhamdulillah. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa acara adat seperti sungkeman dan lainnya. Malamnya barulah acara resepsi dilangsungkan.

Saya juga mengingat kehadiran sahabat-sahabat terdekat kami yang datang dari berbagai tempat yang jauh untuk mendoakan  kami, sungguh malam yang sangat membahagiakan bagi kami berdua. Mengenang acara resepsi sering membuat saya tersenyum sendiri. Saya mengingat ayah saya yang ingin cepat-cepat turun dari panggung pengantin karena ingin segera bisa merokok. Berbekal asbak kecil di saku jasnya, dia serta merta turun mencari pojokan aman untuk merokok setelah melihat tak terlalu banyak tamu lagi yg hendak bersalaman. Lalu kembali tergopoh-gopoh naik lagi untuk menyalami segerombolan tamu lain yang baru datang sambari menebar aroma tembakau yang baru selesai dihisapnya sesaat lalu hehehe...ayah saya memang perokok berat. Kami sering meledeknya setiap kali melihat fotonya di berbagai kesempatan yang tak lepas dari rokok di sela-sela jemarinya. Kecuali foto-foto pada saat beliau sedang berdinas tentunya J.
 
Acara resepsi malamnya :)

Lalu, acara resepsi malam itu juga seperti konser band indie. Pasalnya adik-adik saya punya band masing-masing yang ingin tampil menghibur malam itu. Belum lagi band adik sepupu saya. Seingat saya ada 4 band berbeda aliran malam itu yang akhirnya tampil. Salah satunya beraliran rock! Tentu saja para sesepuh cukup bengong dan bingung melihatnya…hahaha…untung saja ada band terakhir yang cukup bisa mengakomodir selera para sesepuh. Maklum saja, keluarga besar kami doyan nyanyi dan dansa-dansi.. J

Saya juga masih mengingat kekhawatiran banyak orang tentang cuaca pada malam resepsi. Bulan November memang sudah masuk musim penghujan, sedangkan acara resepsi pernikahan kami berlangsung di luar ruangan, di sekeliling kolam renang sebuah hotel. Walau sempat mendung hari itu, tapi malam saat resepsi berlangsung sang bulan ternyata muncul.. bulat, terang dan sangat indah..Masya Allah.

Setelah acara berakhir, saya dan suami baru sadar kami makan sedikit sekali malam itu. Pasalnya hidangan kambing guling yang kami incar sudah habis duluan disikat para tamu undangan..hahaha…alhasil malam itu kami pesan nasi goreng dari room service saking laparnya.



Well, Itu terjadi selusin tahun yang lalu, ya 12 tahun lalu!!...alhamdulillah. Kami berhasil melewati 12 tahun ini dan semoga berlusin tahun lagi di depan kami.

Berdua saja, tak mengurangi kebahagian kami. Saya masih sering merasa kangen tiba-tiba kalau tidak berada di dekatnya. Mendengarnya berkata tempat paling nyaman adalah berada di dekat saya sungguh menyejukkan hati. Waktu yang berlalu selama12 tahun ini jadi terasa singkat sekali…

Happy anniversary, my dear hubby..
Terima kasih untuk kasih sayang, cinta dan persahabatan ini. 
I love laughing and giggling and being silly with you, it makes me love u even more.

You are one of a kind.

No comments:

Post a Comment