Beberapa
waktu lalu saya membaca tulisan seorang teman yang saya kenal melalui media
pertemanan facebook, cerita tentang suka duka kehidupan pernikahannya.
Ceritanya sangat menarik dan membuat saya tertawa. Catatan itulah alasan saya
menulis ini, terpengaruh nostalgia, mengenang saat-saat pacaran, menjelang
acara pernikahan dan suka duka saya dan suami hingga sekarang. Romansa.
Sampai
tahun-tahun awal mulai bekerja, saya tak pernah membayangkan akan menikah muda
di umur 26 tahun (at least, versi saya umur segitu masih terhitung muda
hehehe). Bahkan saya tidak pernah membayangkan apakah saya benar-benar akan
bertemu jodoh saya dan akhirnya menikah. Sejak masih di bangku SMA saya merasa
bahwa hidup sendiri bukanlah hal yang menakutkan sama sekali. Jadi kalau saya
akhirnya memutuskan untuk menikah, itu adalah lompatan sekaligus kejutan
terbesar dalam hidup saya.
Orang
tua saya juga tak kalah kagetnya. Saya tak pernah mengenalkan seorangpun
pacar-pacar terdahulu saya pada kedua orang tua, kecuali yang sekarang jadi
suami saya. Cukup mengherankan orang tua saya sebab teman saya banyak, apalagi
teman lelaki saya lebih banyak dari teman wanita.
Saya
bertemu dengan suami di Semarang ,
saat saya melamar pekerjaan di tempat ia bekerja. Bisa dibilang ini cinta pada
pandangan pertama, tak masuk akal memang baru pertama kali ketemu sudah jatuh
cinta tapi suami saya lebih ekstrim lagi, ia bilang ia sudah naksir saya sejak
pertama kali melihat foto saya di curriculum vitae yang saya kirim ke perusaahan
itu..hahaha.. Padahal di foto itu rambut saya super cepak, maklum saya dulunya
super tomboy.
Kira-kira
satu setengah tahun kami pacaran sampai akhirnya memutuskan untuk menikah.
Sebagian besar dari waktu itu kami lewati dengan banyak tawa, merasa telah
menemukan yang selama ini kami cari dari seorang pasangan. Perselisihan kami
yang terberat adalah perselisihan yg terjadi sebelum pernikahan yang membawa
kami pada kompromi yg lebih baik. Pilihan kami saat itu andai tak menemukan
kesepakatan adalah berpisah dan tak melanjutkan rencana pernikahan. Bersyukur
kami berhasil melewati saat-saat berat itu.
Dengan
gagah berani ‘mantan’ pacar saya yang satu ini berangkat sendirian ke Jakarta menemui ayah saya
untuk melamar saya dengan hanya berbekal tekad dan janji bahwa ia akan
membahagiakan saya. Dan diterima!!..
Lalu
dimulailah segala kerepotan-kerepotan persiapan pernikahan itu. Selayaknya
pasangan yang hendak menikah, tentunya kami mempunyai impian tersendiri tentang
prosesinya. Sebenarnya menikah adalah keputusan yang separuhnya kesepakatan
berdua, separuhnya lagi nekad. La wong pada saat itu kami sama-sama jobless.
Mau makan apa kami setelah menikah? Well, let’s think about that when the time
comes. Yang penting kami telah mendapat restu dari orang tua ..hehehe…
Bisa
ditebak, biaya pernikahan kami sepenuhnya ditanggung oleh orang tua. Harus tahu
diri tentunya. Untungnya kami cukup realistis, karena tadinya kami hanya ingin
yang sederhana saja. Namun kami tentu saja tak bisa begitu saja mengesampingkan
keinginan orang tua.
Untuk
urusan tertentu saya dan calon suamilah yang sibuk wira-wiri. Saya ingat,
kebaya untuk akad nikah kami beli di Pasar Tanah Abang, seharga 125 ribu saja.
Juga sepasang kain batik berprada. Baju untuk resepsi kami beli di sebuah toko
tekstil di Solo. Kain batik murah meriah motif kawung untuk dekorasi kamar
pengantin kami beli di Pasar Klewer. Jangan tanya di mana kami menjahitkannya.
Untuk
baju akad nikah, kami menjahitkannya di Solo, di kerabat seorang sahabat dekat,
sedang baju untuk resepsi kami jahitkan di Semarang , langganan seorang tante di tempat
sepasang suami istri tuna rungu dan tuna wicara yg sangat inspiratif. Keperluan
kamar pengantin sebagian kami jahitkan pada tetangga di Salatiga, sebagian lagi
dijahitkan seorang tante di Jakarta .
Ckckckck…..repot sekali sepertinya ya..hahaha…
Undangan
dan souvenir produksi massal kami beli dari Semarang . Undangannya bergambar bunga-bunga
warna-warni yang diprotes oleh bapak saya. Katanya kurang bagus. Kalau kata
saya sih itu yang murah dan cukup oke diantara yang lain-lain hehehe. Kalau
tidak salah ingat kami memesan 300 undangan, lagi-lagi diprotes oleh bapak
saya. Katanya nggak cukup untuk mengundang koleganya. Maklum, sayalah yang menikah
pertama di keluarga kami. Jadilah abang saya yang sibuk mencetak 200 lembar
undangan lagi dua minggu sebelum hari H. Tentu saja ibu saya juga jadi ikut
sibuk membeli suvenir tambahan dari Pasar Jatinegara karena sudah tak cukup
waktu memesan suvenir yang sama.
Urusan
mencari penghulu di KUA Purwokerto jadi urusan abang dan seorang kerabat dekat.
Kami, sang calon pengantin hanya diminta untuk menyiapkan syarat administrasi
dan hanya sekali saja datang ke sana untuk
mengambil surat
rujukan untuk pemeriksaan kesehatan.
Urusan
dukun manten alias perias pengantin adat Jawa menjadi tanggung jawab ibu saya
dan seorang tante. Sampai sebelum malam midodareni saya malah nggak ketemu si
ibu dukun manten ini. Baru memikirkan muka dirias tebal dan rambut ditarik
kencang-kencang untuk disanggul sudah membuat saya kurang antusias. Saya malah
sibuk mencari salon lain untuk keperluan malam resepsi yang memang temanya
lebih kasual. Dan benar saja, saya malah akhirnya lebih banyak tidak sependapat
dengan si ibu dukun manten. Saya bilang padanya, saya tidak mau anak rambut di
dahi saya dicukur untuk nantinya digambari atau dipaes istilah Jawanya.
Walaupun akhirnya setelah dibujuk saya mau mencukurnya sedikit saja dan meminta
si ibu dukun manten untuk menggambarnya tipis-tipis. Saya tadinya juga nggak
mau dipasangi sunduk pentul atau tusuk sanggul yang berjumlah ganjil di sanggul
saya. Walau akhirnya mengalah karena melihat wajah ibu saya yang sudah terlihat
jengkel karena bolak-balik berusaha untuk membujuk saya hehehe…
Jangan heran sebelum prosesi adat selesai, si ibu dukun manten pamitan pulang. Ibu saya lumayan panik jadinya, tapi saya santai aja tuh,kan hairstylist dan make up artist sudah
saya siapkan khusus untuk resepsi malam harinya. Walaupun sebenarnya sempat
panik karena ternyata saya masih harus pakai kebaya sekali lagi pada saat
memasuki tempat resepsi. Masalahnya saya nggak bisa pakai kain batiknya
sendiri. Untungnya ada ibu mertua saya yang dulunya biasa merias pengantin.
Fiuh…selamat…hahaha
Jangan heran sebelum prosesi adat selesai, si ibu dukun manten pamitan pulang. Ibu saya lumayan panik jadinya, tapi saya santai aja tuh,
Berpose di kamar pengantin setelah akad nikah :) |
Akad
nikah berlangsung hikmat dan lancar, alhamdulillah. Kemudian dilanjutkan dengan
beberapa acara adat seperti sungkeman dan lainnya. Malamnya barulah acara
resepsi dilangsungkan.
Saya
juga mengingat kehadiran sahabat-sahabat terdekat kami yang datang dari
berbagai tempat yang jauh untuk mendoakan
kami, sungguh malam yang sangat membahagiakan bagi kami berdua. Mengenang
acara resepsi sering membuat saya tersenyum sendiri. Saya mengingat ayah saya
yang ingin cepat-cepat turun dari panggung pengantin karena ingin segera bisa
merokok. Berbekal asbak kecil di saku jasnya, dia serta merta turun mencari
pojokan aman untuk merokok setelah melihat tak terlalu banyak tamu lagi yg
hendak bersalaman. Lalu kembali tergopoh-gopoh naik lagi untuk menyalami segerombolan
tamu lain yang baru datang sambari menebar aroma tembakau yang baru selesai
dihisapnya sesaat lalu hehehe...ayah saya memang perokok berat. Kami sering
meledeknya setiap kali melihat fotonya di berbagai kesempatan yang tak lepas
dari rokok di sela-sela jemarinya. Kecuali foto-foto pada saat beliau sedang
berdinas tentunya J.
Acara resepsi malamnya :) |
Lalu,
acara resepsi malam itu juga seperti konser band indie. Pasalnya adik-adik saya
punya band masing-masing yang ingin tampil menghibur malam itu. Belum lagi band
adik sepupu saya. Seingat saya ada 4 band berbeda aliran malam itu yang akhirnya
tampil. Salah satunya beraliran rock! Tentu saja para sesepuh cukup bengong dan
bingung melihatnya…hahaha…untung saja ada band terakhir yang cukup bisa
mengakomodir selera para sesepuh. Maklum saja, keluarga besar kami doyan nyanyi
dan dansa-dansi.. J
Saya
juga masih mengingat kekhawatiran banyak orang tentang cuaca pada malam
resepsi. Bulan November memang sudah masuk musim penghujan, sedangkan acara
resepsi pernikahan kami berlangsung di luar ruangan, di sekeliling kolam renang
sebuah hotel. Walau sempat mendung hari itu, tapi malam saat resepsi
berlangsung sang bulan ternyata muncul.. bulat, terang dan sangat indah..Masya
Allah.
Setelah
acara berakhir, saya dan suami baru sadar kami makan sedikit sekali malam itu.
Pasalnya hidangan kambing guling yang kami incar sudah habis duluan disikat
para tamu undangan..hahaha…alhasil malam itu kami pesan nasi goreng dari room
service saking laparnya.
Well,
Itu terjadi selusin tahun yang lalu, ya 12 tahun lalu!!...alhamdulillah. Kami
berhasil melewati 12 tahun ini dan semoga berlusin tahun lagi di depan kami.
Berdua
saja, tak mengurangi kebahagian kami. Saya masih sering merasa kangen tiba-tiba
kalau tidak berada di dekatnya. Mendengarnya berkata tempat paling nyaman
adalah berada di dekat saya sungguh menyejukkan hati. Waktu yang berlalu
selama12 tahun ini jadi terasa singkat sekali…
Happy
anniversary, my dear hubby..
Terima
kasih untuk kasih sayang, cinta dan persahabatan ini.
I
love laughing and giggling and being silly with you, it makes me love u even
more.
You
are one of a kind.
No comments:
Post a Comment